Sibayaknews.com

Karo – Aktifitas Proyek PLTA di desa Kandibata dalam dua bulan terakhir yang melakukan peledakan untuk pembuatan terowongan dianggap ilegal. Hal itu diungkap Anda Rudi Sembiring Pelawi merinci penjelasan kronologi awal kegiatan proyek sampai larangan masyarakat desa Kandibata menyeruak yang berujung aksi, Minggu 12 September 2021 kemarin.

Ia menjelaskan pihak Kepala Desa Kandibata membuat suatu kesepakatan untuk melakukan peledakan dengan mengeluarkan surat Izin Warga’ tanpa pemberitahuan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat desa Kandibata.

“Yang bertanda tangan dalam surat itu perangkat desa sebanyak 5 orang dan Kepala Desa.

Dengan modal itu mereka memberi izin untuk melakukan peledakan, jadi secara otomatis itu sudah melakukan penyalah gunaan wewenang, secara hukum hal itu sudah melakukan penyalahgunaan wewenang”, kata Rudi kepada wartawan.

“Awalnya sudah kami tuntut, dan dimediasi melalui BPD dan ada kesepakatan dengan pelaksana proyek semenjak tanggal 09 juli 2021 bulan lalu untuk sementara pengeboman diberhentikan sampai ada kesepakatan. Namun sayangnya, Deal yang terjadi secara lisan itu dilanggar, karena pertemuan itu secara musyawarah di tempat umum. Dan mirisnya, pihak perusahaan tetap melakukan pengeboman sampai sekarang, sudah berjalan semenjak Juli lalu hingga September”, beber Sembiring.

Kemudian dirinya juga mengungkit perjanjian yang telah dilakukan sebelum pelaksanaan proyek yang melibatkan Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah). “Perjanjian awal sudah ada dengan melibatkan Muspida, PT Karo Bumi Energi dan Masyarakat desa Kandibata. Kesepakatan yang terjadi pada waktu itu dengan pihak PLTA, warga desa diimingi pembangunan Jambur Desa. Mereka (perusahaan) meminta menyiapkan lahan seluas 3000 M2, dan itu juga tidak ada sampai sekarang,” imbuh Sembiring.

Terkait dari aktifitas peledakan terowongan yang berimbas ke rumah-rumah warga, pelawi juga menjelaskan tanpa adanya konpensasi dari perusahaan.

“Yang sudah retak hanya disodori semen 1 sak kepada warga, menurut saya itu sangat jauh dari kata layak, pendataan juga tanpa pemberitahuan, sampai dimana mereka melakukan pendataan kita tidak tahu dan apa yang mereka data pun kami tidak tahu. Datang meninjau rumah retak dengan membawa satu sak semen lalu mendempulnya, sampai dimana ketahanan bangunan rumah kami. Kami sudah memberikan ultimatum, kalau tidak ada kepastian dalam 3 kali 24 jam terkait sosialisasi dari perusahaan, lokasi proyek ini akan kami duduki. Kami akan tidur disini sampai ada kepastian, kami tidak paham melakukan pengaduan, kami hanya anak kampung yang bodoh dan selalu dibodoh-bodohi. Kalau pun nantinya bila ada yang keberatan, baik pejabat atau siapapun dapat datang langsung menghadap kami,” tandas Rudi.

  • SN/MS
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *